Proposal PTK

JUDUL PENELITIAN :

 

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS  MELALUI PEMBELAJARAN “TPS PLUS 2M”  SISWA KELAS VIII D SMP N 1 REJOSO PASURUAN

 

 

I.       PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Mata pelajaran (Mapel) IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. IPS sangat penting dalam memberi bekal pada para siswa untuk mudah dalam bersosialisasi di tengah masyarakat dengan benar. Pentingnya IPS ini berdampak pada tuntutan agar tiap siswa sejak dini, mampu menguasai setiap Kompetensi Dasar (KD) yang ada di dalamnya. Dikuasai atau tidaknya tiap KD dalam Mapel IPS tercermin dari dicapainya Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) oleh setiap siswa. KKM Mapel IPS di SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan adalah 7,0.

            Realitas yang ditemui ternyata hasil belajar IPS siswa SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan terutama kelas VIII D masih sangat rendah. Hal ini dapat diketahui dari hasil penilaian siswa pada akhir semester I tahun 2009-2010, yakni dari 45 siswa sebanyak 9 siswa (21 %) mendapat nilai di atas KKM, 7 siswa (15 %) mendapat nilai sama dengan KKM, dan 29 siswa (64 %) mendapat nilai di bawah KKM.

            Permasalahan rendahnya hasil belajar siswa ini dapat disebabkan beberapa faktor, baik dari guru, siswa maupun faktor yang lain. Setelah dianalisa faktor-faktor tersebut, ternyata faktor guru yang mendominasi pembelajaran dengan metode ceramah merupakan faktor yang dominan yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu perlu adanya perubahan pada metode atau model pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

            Sementara itu, pembelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan diyakini akan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Northfield, Gunstone, dan Erickson (1996) (dalam Kasihani, 2009) yang menyatakan bahwa sesungguhnya tugas utama guru dalam kegiatan pembelajaran adalah mengkonstruksikan setiap pengetahuan siswa. Kegiatan mengkonstruksi pengetahuan siswa dapat dilaksanakan melalui model pembelajaran kooperatif. Di antara model pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Square (TPS).

Berdasarkan pengalaman pada tahun sebelumnya pembelajaran kooperatif menyebabkan siswa di SMP N 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan semakin aktif dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, ada hal yang mengherankan yakni ketika diadakan tes ternyata hasilnya tidak sebagaimana yang diharapkan, masih banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Hal ini terjadi karena siswa belum mempunyai rangkuman materi yang memadai dan mudah dipahami oleh siswa.  Untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar memiliki catatan yang dapat mengoptimal kerja otak kanan dan kiri, Tony Buzan tahun 1970-an mengungkapkan teknik Radiant Thinking yang selanjutnya disebut sebagai Mind Mapping. Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan teknik mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78% (http://escaeva.com). Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran maka Model pembelajaran Think Pair Square (TPS) dapat  dipadukan dengan Mind Mapping (2M).

            Berdasarkan paparan di atas, maka untuk meningkatkan hasil belajar IPS di kelas VIII D SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan diterapkan model pembelajaran “TPS Plus 2M”.

 

B. Rumusan Masalah

            Dari diskripsi di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana model pembelajaran “TPS Plus 2M” dapat meningkatkan hasil belajar IPS di Kelas VIII D SMP N 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan.

 

C. Tujuan Penelitian.

            Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembalajaran yang berdampak pada peningkatan hasil belajar IPS di Kelas VIII B SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan.

 

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Guru :

            Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru yaitu antara lain:

-         Memberi tambahan pengetahuan tentang model pembelajaran yang variatif.

-         Memberi motivasi bagi guru untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

b. Bagi Peneliti Lain.

            Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain antara lain:

-         Menjadi bahan untuk mengadakan penelitian lanjutan

-         Bersama-sama untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran.

c. Bagi Siswa

Siswa yang mengalami kegiatan penelitian diharapkan mendapat manfaat antara lain:

-         Mendapat satu model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi belajar mereka.

-         Siswa dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS.

 

II.    KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pembelajaran IPS Dalam KTSP

Sebagaimana tertuang dalam Standar Isi KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1.   Mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya

2.   Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3.   Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4.   Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1.   Manusia, Tempat, dan Lingkungan       

2.   Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3.   Sistem Sosial dan Budaya

4.   Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. 

Berkaitan dengan sistem sosial dan budaya yang terjadi di sekitar anak, maka pada semester II kelas VIII terdapat Standar Kompetensi (SK): 6. Memahami pranata dan penyimpangan sosial. Di dalam SK ini terdapat Kompetensi Dasar (KD):

·        Mendeskripsikan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat

·        Mendeskripsikan pengendalian penyimpangan sosial

Pada KD inilah penelitian ini akan dilaksanakan.

 

B. Konsep Tentang Belajar

Pemahaman seorang guru terhadap konsep tentang belajar adalah sangat urgen bagi perkembangan dan kemajuan peserta didik yang menjadi warga belajarnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Suparno (2009: 10) yang mengatakan bahwa konsepsi guru tentang belajar dan mengajar, sadar atau tidak, mempengaruhi apa yang kita kerjakan dalam memilih dan menyusun isi bahan ajar, jenis-jenis informasi yang kita cari, dan persepsi kita terhad ap apa yang siswa perlukan agar pekerjaan menjadi lebih baik. Kegagalan belajar yang dicerminkan oleh rendahnya prestasi belajar anak-anak di Indonesia, terutama dalam bidang studi matematika dan sains, diduga tidak hanya disebabkan oleh faktor individual siswa, seperti konsepsi naif, tetapi juga oleh perbedaan konsepsi guru tentang mengajar dan belajar, bahkan kesalahan konsepsi (misconceptions) guru atau konsepsi yang naif (naive conceptions) tentang ilmu pengetahuan.

Belajar merupakan kegiatan yang dialami oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Belajar dapat diartikan sebagai “modification of behavior through experince and training” (Arthur dalam Thonthowi, 1999:99).  Pengertian ini, menunjukkan bahwa modifikasi/perubahan yang terjadi dari belajar yang bersumber dari pengalaman atau dari pelatihan. Sedangkan menurut Pasaribu (1983:19) bahwa “belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Proses perubahan tidak dapat disebut belajar apabila hanya disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara dari seseorang, misalnya kelelahan atau kondisi yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan (mabuk bukan hasil belajar)”. Sedangkan Sardiman (2000:28), berpendapat bahwa “belajar diartikan sebagai rangkaian kegiatan, jiwa raga, psikosifik menuju pada perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, dan psikomotorik.” Lebih lanjut Sardiman (2000:29) menjabarkan, bahwa aktivitas dari belajar adalah bersifat rinci dan memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu perkembangan pribadi seutuhnya”. Hal ini, senada dengan pendapat Slamet (1991:27) bahwa”belajar sebagai proses dari usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah lakunya yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Berkaitan dengan konsepsi belajar Smith dalam Suparno (2009:8) mengklasifikasikan konsepsi tentang belajar itu menjadi tiga tipe: (1) konsepsi belajar sebagai pemerolehan fakta (fact-acquisition conception); (2) konsepsi belajar sebagai pemahaman isi (content-understanding conception); dan (3) konsepsi belajar sebagai perubahan konseptual (conceptualchange conception). Sebagai cermin, ketiga pandangan ini dapat member gambaran reflektif seberapa konstruktif kita telah melakukan tugaspembelajaran.

Konsepsi Pemerolehan Fakta (PF)

Sebagaimana labelnya, konsepsi ini ditandai oleh pendapat tentang isi (subject matter) sebagai sekumpulan fakta dan definisi. Konsepsi PF menyajikan struktur isi sebagai sederetan fakta, dan urutan isinya lebih menunjukkan keterpisahan antarfakta daripada jaringan ide yang saling terkait. Belajar yang bersifat fakta ini tampaknya lebih merupakan cara cepat atau jalan pintas untuk menghadapi tes, daripada makna hakiki pemerolehan belajar yang bersifat pemahaman, diskripsi, prediksi, dan kontrol fenomena.

Konsepsi Pemahaman Isi (PI)

Perbedaan fundamental antara konsepsi PF dan konsepsi PI terletak pada “apa yang dipelajari siswa.” Guru dengan tipe konsepsi PI memiliki pemahaman yang matang mengenai isi. Struktur isi (subject matter) dipahami sebagai hubungan antar-ide. Guru dengan konsepsi ini merasa yakin bahwa peranan mereka menyajikan isi ajaran dalam cara yang logis dengan menggambarkan struktur dan organisasinya, dan disajikan dengan cara yang menarik dan jelas bagi siswa. Secara umum, konsepsi ini mengarah pada pengembangan pengetahuan guru mengenai subject matter, dan pengembangan organisasi isi dan kesempurnaan penyajian di kelas atau kegiatan laboratoris. Guru lebih menaruh perhatian pada subject matter apa yang belum dipahami. Guru cenderung mengembangkan kemampuan mereka tentang subject matter apa yang dapat membuat siswa dapat belajar lebih mudah dan dapat meningkatkan usaha

Sementara kedua tipe konsepsi guru ini berbeda dalam hal memandang apa yang dipelajari siswa, tetapi dalam memandang belajar memiliki konsepsi yang sama, yaitu belajar dipandang sebagai penerimaan dan penyimpanan informasi. Asumsi konsepsi PI ini adalah siswa akan menempatkan informasi baru pada sajian informasi yang dimiliki sebelumnya dengan cara yang tepat, sehingga pengetahuan siswa akan tersimpan dalam ingatan secara terorganisasi.Ketika siswa gagal memahami atau mengingat, hal itu diinterpretasikan sebagai hasil dari tidak jelasnya sajian, kurangnya usaha siswa dalam belajar, sikap belajar yang kurang terhadap subjek yang diajarkan.

Konsepsi Perubahan Konseptual (PK)

Perbedaan fundamental konsepsi ini dengan dua konsepsi sebelumnya adalah guru menganggap siswa sebagai pengkonstruksi gagasan mereka sendiri daripada sekedar menerima informasi. Meskipun konsepsi ini cenderung berbeda dalam hal penekanan isi dari dua konsepsi sebelumnya, tetapi pandangan terhadap subjek yang dipelajari mirip dengan perspektif konsepsi PI. Keduanya berpandangan bahwa subject matter sebagai ide yang saling berhubungan. Konsepsi-konsepsi tersebut akan menentukan keputusan dan aktivitas apa yang akan dilakukan guru dalam mengajar.

Guru-guru dengan konsepsi PK yakin bahwa informasi yang mereka sajikan di kelas secara umum belum sepenuhnya menggambarkan apa yang dikonstruk siswa. Oleh karena itu, peran unik bagi guru dengan perspektif ini adalah memonitor gagasan-gagasan siswa dan cara-cara berpikirnya, dan merancang urutan pengajaran untuk membimbing siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang lebih memadai. Dalam konteks ini, kesadaran guru untuk memahami konsepsi siswa, terutama yang berkaitan dengan konsepsi naif, merupakan bagian terpenting dari tindakan guru.

Kalau guru yang bertipe konsepsi PI memfokuskan pada struktur dan organisasi isi yang disajikan, maka guru yang berkonsepsi PK memfokuskan perhatian pada gagasan-gagasan siswa atau isu-isu kunci yang muncul dari siswa, dan menghubungkannya dengan topik utama pelajaran yang sedang berlangsung. Kalau guru dengan konsepsi PF mendasarkan keputusannya memilih isi pada struktur isi, guru dengan konsepsi PK secara umum membuat keputusan isi yang secara strategis berguna dalam membantu siswa dalam mengembangkan gagasan tertentu.

Ketiga konsepsi tersebut sesungguhnya mencerminkan perkembangan teori belajar dan terapannya dalam praktik pembelajaran dari waktu ke waktu. Konsepsi PF dilandasi oleh teori behaviorisitik, konsepsi PI dilandasi teori kognitif, dan konsepsi PK dilandasi teori konstruktivistik.

 

C. Definisi Hasil Belajar

Dari segi bahasa hasil belajar berarti hal yang telah dicapai (dilakukan, diberikan, dikerjakan dan sebagainya) (W. J. S. Poerwadarminta, 1984 : 108). Menurut Abdullah (1985:12) bahwa hasil belajar merupakan indikator kualitas dari pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa. di sisi lain hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu sistem pendidikan, sehingga tingkat keberhasilannya ditentukan oleh elemen-elemen dalam sistem itu sendiri, seperti: motivasi siswa sebagai raw input, dan peranan guru sebagai instrumen input.

Sekolah sebagai salah satu sistem pendidikan secara formal membentuk subjek didik (siswa) untuk meningkatkan hasil belajar melalui proses belajar-mengajar. Hasil belajar merupakan salah satu ukuran untuk memahami tingkat keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan proses belajar-mengajar yang diikutinya di sekolah. Dengan demikian, hasil belajar seorang siswa dapat ditandai dari hasil belajar dalam batas ranking tertentu. Batasan ranking tersebut, dapat dijadikan ukuran penentuan keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pendidikan di sekolah. Misalnya, naik kelas, tidak naik kelas atau kelulusan siswa dapat ditentukan dari hasil belajarnya. Dalam kamus umum bahasa Indonesia (1976), kata hasil belajar (prestasi) diartikan sebagai,”hasil yang dicapai”. Senada dengan pendapat Djamarah, (1984:16) bahwa “hasil (prestasi) diartikan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan dan diciptakan baik secara individual maupun kelompok”.

Berdasarkan batasan pengertian hasil belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa melalui suatu kegiatan belajar. Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu dan atau secara kelompok. Jadi, hasil belajar paling tidak memiliki dua ciri, yaitu adanya suatu tindakan (action) baik yang dilakukan secara individu dan atau secara kelompok serta adanya suatu hasil (output).

Dalam konteks penelitian ini, yang akan dijadikan acuan untuk menentukan hasil belajar adalah tingkat pencapaian KKM Mapel IPS dari masing-masing siswa. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM diadakan suatu proses penilaian hasil belajar. Di dalam PP. Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 64 ayat (1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada semester satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah (PR), proyek, pengamatan dan produk.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah tidak tumbuh dan berkembang begitu saja, akan tetapi merupakan suatu hasil proses interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Slamet (1991) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil balajar itu, dapat bersifat eksternal dan bersifat internal. Faktor eksternal, yakni keadaan diluar diri siswa yang meliputi: kondisi keluarga, sekolah, dan masyarakat dan faktor internal yakni keadaan diri siswa yang meliputi keadaan fisik, dan psikologis termasuk kelemahan baik fisik maupun psikis. Kaitannya dengan faktor internal, kondisi psikologis memiliki peranan yang penting mengingat bahwa belajar merupakan proses mental yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa meliputi: minat kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.

Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa faktor-faktor yang menentukan hasil belajar adalah sangat kompleks. Kekompleksan dari faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa merupakan hal yang penting untuk dikaji. Pengkajian tentanng tinggi-rendahnya hasil belajar, adalah mengelola berbagai faktor tersebut agar dapat memberikan pengaruh yang positif dalam arti dapat menopang dan mempelancar usaha belajar siswa untuk mencapai hasil belajar secara maksimal.

Menurut Clark (1991) hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa sendiri dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sejalan dengan tinjauan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat endogen atau internal siswa itu sendiri seperti motivasi belajar siswa dan faktor eksogen atau eksternal siswa seperti peranan guru dalam proses belajar mengajar.

Snelbecker dalam Degeng (1997:26) mengemukakan bahwa variabel pembelajaran ada tiga komponen, yaitu: (1) kondisi pembelajaran (instructional conditions), (2) metode pembelajaran (instructional methods), dan (3) hasil pembelajaran (instructional outcomes).

Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai suatu hasil belajar yang berbeda pada kondisi pembelajaran yang berbeda. Sedangkan hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari metode pembelajaran pada kondisi pembelajaran yang berbeda.

Kondisi pembelajaran adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi, tetapi berinteraksi dengan strategi pembelajaran yang digunakan. Kondisi pembelajaran mencakup: tujuan pembelajaran, karakterisitik isi, kendala, dan karakteristik siswa (Degeng, 1991:12).

Salah satu variabel yang paling berpengaruh terhadap hasil pembelajaran adalah karakteristik siswa. Oleh karena itu, agar strategi pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, strategi pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik siswa.

Reigeluth dalam Degeng (1989:10) mengemukakan bahwa variabel strategi pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembela-jaran, dan strategi pengelolaan pembelajaran. Strategi pengorganisasian dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi makro dan strategi mikro. Strategi makro adalah strategi pengorganisasian pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep, atau prosedur, atau prinsip. Strategi ini berkaitan dengan bagaimana memilih, menata urutan, sintesis, dan rangkuman konsep-konsep, prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Sedangkan strategi pengorganisasian secara mikro adalah strategi pengorganisasian pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur, atau prinsip.

Variabel hasil pembelajaran secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: keefektifan, efisiensi, dan kemenarikan. Keefektifan biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa terhadap apa yang telah diajarkan kepada mereka. Efisiensi diukur dengan membandingkan antara waktu dan biaya yang digunakan dengan hasil yang dicapai. Sedangkan kemenarikan diukur dengan mengamati kecenderungan siswa tertarik untuk tetap terus belajar.

Secara rinci klasifikasi ketiga variabel pembelajaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1.  Klasifikasi variabel pembelajaran

Karakteristik

siswa (motivasi)

berhasil

 

Kendala dan

karakteristik

bidang studi

 

Tujuan dan

karakteristik

bidang studi

 
Kondisi

 

 

 


Metode

 

 


Keefektifan, Efisiensi, Kemenarikan Pengajaran

 
Hasil

 Sumber : Reigeluth (1983:19)  diolah.

            Berdasarkan gambaran di atas maka model-model pembelajran yang sekarang banyak dikembangkan termasuk dalam strategi penyampaian.

E. Konsep  Tentang Pembelajaran dan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU Sisdiknas, 2003) Secara yuridis ada acuan standar perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dimuat dalam Permendiknas Nomor 47 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam peraturan ini ditetapkan standar proses pembelajaran meliputi silabus, perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi, standar kompetensi dasar, indicator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar. Struktur atau format penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran termuat secara rinci dalam Permendiknas Nomor 47 tahun 2007 ini. Akan tetapi, yang lebih daripada sekedar struktur atau format penyusunan adalah kegiatan analitik berdasarkan asumsi-asumsi dan teori desain pembelajaran untuk mengambil keputusan tindakan pembelajaran.

Langkah-langkah perancangan pembelajaran setidak-tidaknya terdiri atas:

(1) Analisis kompetensi dan penetapan tujuan pembelajaran

(2) Analisis karakteristik siswa

(3) Analisis isi pembelajaran dan sumber belajar

(4) Penataan (pengorganisasian) isi pembelajaran

(5) Penetapan strategi penyampaian isi pembelajaran

(6) Penetapan strategi pengelolaan

(7) Penetapann prosedur pengukuran hasil pembelajaran

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda (Depdiknas, 2004:1), dimana yang diutamakan adalah kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajarnya.

2.      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3.      Bilamana mungkin, anggota kelompok juga berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda.

4.      Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2005:31) menyatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, maka ada 5 unsur Pembelajaran Kooperatif yang harus diperhatikan, yaitu:

1.      Saling ketergantungan positif, saling tergantung secara positif, artinya anggota kelompok menyadari bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan.

2.      Tanggung jawab  perseorangan, setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok.

3.      Tatap muka, semua anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.

4.      Komunikasi antar anggota, keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi diperlukan, untuk ini diperlukan bimbingan guru agar siswa dapat berkolaborasi.

5.      Evaluasi proses kelompok,  siswa perlu menilai bagimana mereka bekerja secara efektif.

Berdasarkan ciri diatas, maka bukanlah pembelajaran koopeartif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah sendiri-sendiri atau mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok.

Menurut Kasihani (2009:17) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif adalah:

-          Hasil kerja adalah hasil kelompok.

-          Penghargaan adalah untuk kelompok bukan untuk perorangan.

-          Setiap anggota mempunyai peran/tugas yang merupakan bagian dari tugas kelompok.

-          Antar anggota saling memberi dorongan dan saling membantu.

-          Guru memberi feedback untuk kelompok.

-             Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas tugas kelompoknya.

Tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif adalah :

1.      Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

2.      Penerimaan terhadap keragaman
Model kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3.      Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.

E.  Model Pembelajaran “TPS Plus 2M”

            “TPS Plus 2M”  merupakan perpaduan dari model pembelajaran Think-Pair-Square  dan Mind-Mapping. Kedua model pembelajaran ini termasuk dalam model pembelajaran yang dikembangkan dari teori pembelajaran Konstruktivisme.

1. Think-Pair-Square (TPS)

Think-Pair-Square  adalah salah satu bentuk di antara model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran Think-Pair-Square (Berpikir-Berpasangan-Berempat) pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan yang merupakan pengembangan dari model Think-Pair-Share (Anita Lie, 2005:57). Think-pair-square (TPS) terdiri dari tiga tahap yaitu: Tahap 1: Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat. Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.. Tahap 3 : Square (Berbagi empat siswa). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok yang lebih besar (empat/atau 5 siswa) untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka pelajari, kemudian diakhiri dengan presentasi untuk seluruh teman di kelas tersebut. Langkah-langkah pembelajaran TPS ini bila digambarkan tampak seperti di bawah ini.

Gambar 2.  Alur Pelaksanaan Pembelajaran TPS

 
 

 

 

 

 

 

 


Sumber: Kasihani (2009:19)

 

2. Mind Mapping (2M)

Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain

Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=702661)

Adapun beberapa contoh bentuk Mind Mapping adalah sebagaimana terdapat dalam gambar di bawah ini.

Gambar 3 : contoh Mind Mapping  materi sedikit

Text Box:

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber:  http://herdy07.wordpress.com/2009/04/29/model-pembelajaran-mind-mapping/

Contoh Mind Mapping IPA

 
Gambar 4 : contoh Mind Mapping  materi yang luas

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : http://www.gurusukses.com/mind-mapping diakses: 10-12-2009

 

3. Prosedur Pelaksanaan “TPS Plus 2M)

Prosedur Think-Pair-Square  plus Mind-Mapping (TPS Plus 2M) adalah sebagai berikut :

1.      Guru membagi siswa kedalam kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya.

2.      Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa, 

3.      Siswa diminta mengerjakan LKS secara individual (Think)

4.      Siswa mengecek jawabannya secara berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya (Pair)

5.      Siswa mengerjakan LKS berempat dalam kelompoknya (Square)

6.      Perwakilan siswa presentasi di depan kelas.

7.      Siswa bersama guru menarik kesimpulan.

8.      Siswa diminta membuat Mind-Mapping dari materi yang telah dipelajari.

 

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir sebagaimana diuraikan di atas hipotesis tindakan yang dapat dirumuskan adalah bahwa Implementasi model pembelajaran “TPS Plus 2M” dapat meningkatkan hasil belajar siswa Mapel IPS di Kelas VIII D SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan.

 

III. METODE PENELITIAN

A.     Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Wibawa (2004:9) PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif tehadap berbagai "aksi" atau tindakan yang dilakukan oleh guru/pelaku, mulai dari perencanaan sampai penilaian terhadap tinadakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Dalam penelitian ini peneliti secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran dan penelitian. Juga peneliti berusaha untuk menerapkan teknik atau strategi pembelajaran tertentu. Atas dasar itulah, maka jenis PTK yang diambil tergolong PTK Partisipan Eksperimental. Menurut Chein (dalam Wibawa, 2004:15-16) PTK Partisipan adalah apabila orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Sedangkan    yang dikatagorikan PTK  Eksperimental adalah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan satu atau lebih teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar.

 

Model tindakan dari penelitian ini mengikuti pendapat Kurt Lewin (dalam Wibawa, 2004: 17) yakni dalam setiap siklus terdiri atas 4 langkah meliputi planning (perencanaan), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Sebagaimana terdapat dalam gambar di bawah ini.

 

Gambar 5: PTK Model Kurt Lewin

 

 


      

 

 

                                                                               

 

Sumber: Wibawa (2004:17)

           

Berdasarkan langkah-langkah seperti digambarkan di atas, selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus yang membentuk spiral, sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah ini.

Gambar 6: Bentuk Spiral PTK Model Kurt Lewin

 

                                    II                                                     I

 

 

 

 

 

 

 

 


Sumber :  Wibawa (2004:17)

 

Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus Idilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

            PTK ini direncanakan maksimal 2 siklus. Pada setiap siklusnya terdiri atas 3 kali pertemuan.

 

B.     Subyek, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII D di SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan semester II tahun pelajaran 2009 - 2010, jumlah siswa 45 siswa (23 laki-laki dan 22 perempuan).  Dipilihnya kelas ini karena pada semester I yang lalu nilai hasil ujian semester Mapel IPS sebagian besar siswa belum mencapai KKM.

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti yang sekaligus sebagai guru dan dibantu oleh 2 orang observer. Peneliti  bertugas menerapkan model Pembelajaran sekaligus mengamati siswa. Observer 1 betugas merekam kegiatan menggunakan Handycam, sedangkan observer 2 melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa.

Lokasi penelitian adalah di ruang Kelas VIII D di SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan. SMPN 1 Rejoso Kabupaten Pasuruan terletak di Jl. Raya Kedungbako no. X Rejoso Kabupaten Pasuruan, pada kilometer 5 jalur Pasuruan – Probolinggo. Lebih jelas tentang lokasi penelitian sebagimana terlampir.

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan yakni bulan Januari sampai dengan April 2010. Pelaksanaan penelitiannya direncanakan selama 6 minggu yaitu pada minggu ke-1  Pebruari sampai minggu ke-2 Maret 2010. Tetapi sebelum tahap pelaksanaan penelitian diadakan kegiatan pra penelitian yang akan dilaksanakan pada awal semester  II yaitu minggu ke-1 sampai ke-3 Januari. Pada minggu ke-3 Januari juga direncanakan diadakan seminar sekolah, dengan peserta semua guru di SMPN 1 Rejoso Pasuruan. Adapun penyusunan laporannya dilaksanakan pada minggu ke-4 bulan maret sampai minggu ke-2 bulan April. Secara rinci kegiatan penelitian ini terjadwal sebagaimana dalam table di bawah ini.

                       

Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Nama Kegiatan

Januari

Pebruari

Maret

April

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

5

1

2

1.

Kegiatan pra penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.

Penyusunan proposal penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

Pembuatan perangkat pembelajaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4.

Seminar Proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5.

Pelaksanaan tindakan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6.

Pengumpulan data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7.

Analisis data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8.

Penyusunan Laporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jadwal kegiatan ini menyesuaikan dengan kalender pendidikan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan. Yaitu kegiatan semester II dimulai sejak awal Januari, karena ujian semester I telah dilaksanakan pada akhir Desember. Adapun minggu ke-4 Januari 2010 adalah libur semester I.

 

C.     Prosedur Penelitian

1.      Kegiatan Pra Penelitian.

Kegiatan ini diadakan dalam 2 bentuk yaitu kegiatan sosialisasi kepada guru dan kepada siswa. Kegiatan sosialisasi pada siswa perlu diadakan yaitu dalam rangka mengenalkan kepada siswa tentang model pembelajaran “TPS Plus 2M”. Siswa secara bertahap dikenalkan dan mempratekkan model pembelajaran Think-Pair-Square dan juga bagaimana membuat Mind Mapping yang baik.  Dalam  tahap pengenalan ini siswa tetap menerima materi sesuai dengan urutan dalam silabus yakni  Standar Kompetensi (SK) 6. Memahami pranata dan penyimpangan sosial.  Kompetensi Dasar (KD)  6.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk hubungan sosial.

Kegiatan sosialisasi kepada teman sejawat yaitu para guru di SMPN 1 Rejoso diadakan dalam bentuk kegiatan seminar sekolah. Seminar sekolah ini bertujuan untuk mendapatkan masukan, kritikan ataupun perbaikan dari proposal PTK yang telah disusun.

 

2.      Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus terdiri atas 3 kali pertemuan, 1 pertemuan 40 x 2 jam pelajaran, 1 jam pelajaran 40 menit. Secara operasional pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang diterapkan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

a.      Siklus Pertama

Kegiatan yang dilakukan pada siklus pertama meliputi:

1) Perencanaan

Pada tahap perenacaan Beberapa perangkat yang disiapkan dalam  tahap ini adalah:

·        Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) KD 6.2. Pranata Sosial

·        Materi Pembelajaran

·        Lembar Kerja Siswa (LKS)

·        Lembar  tes,

·        Alat dan media pembelajaran

·        Lembar observasi.

·        Lembar Angket Siswa

 

2) Pelaksanaan

Pada siklus I ini direncanakan selama 3 kali pertemuan.  Kegiatan inti pada setiap pertemuan terinci sebagai berikut.

Pertemuan 1 :

§         Siswa memperhatikan penjelasan guru  tentang model pembelajaran materi pokok tentang pranata sosial.

§         Guru membagi siswa ke dalam kelompok setiap  satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya.

§         Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa, 

§         Siswa diminta mengerjakan LKS secara individual (Think)

§         Siswa mengecek jawabannya secara berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya (Pair)

§         Hasil kerja siswa dikumpulkan.

Pertemuan 2:

§         Siswa membentuk kelompok.

§         Siswa menerima kembali hasil kerja pada pertemuan 1.

§         Siswa mengerjakan LKS berempat dalam kelompoknya (square)

§         Perwakilan siswa presentasi di depan kelas, kelompok lain menanggapi, guru memberi hadiah kepada tiap kelompok yang jawabannya sesuai.

§         Siswa bersama guru menarik kesimpulan.

§         Siswa mendapat tugas rumah membuat Mind-Mapping dari materi yang telah dipelajari.

Pertemuan 3:

·        Siswa mengumpulkan tugas Mind-Mapping.

·        Siswa bersama guru berdiskusi kelas membahas hasil kerja siswa.

·        Siswa mengerjakan soal-soal tes.

·        Siswa diminta mengisi angket yang disediakan guru.

3). Pengamatan (Observasi)

Selama tahap pelaksanaan peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan siswa yang dibantu oleh 2 observer. Pengamatan diadakan pada kegiatan-kegiatan inti pembelajaran Hal-hal penting yang diamati antara lain:

-         Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran meliputi: kegiatan berpikir individu  diskusi berpasangan,  diskusi berempat,, serta kemampuan menanggapi saat presentasi.

-         Aktivitas guru selama kegiatan pembelajaran meliputi: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir dari pembelajaran.

Observasi selama pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi.

4). Refleksi

            Kegiatan ini dilakukan untuk mendiskusikan setiap kegiatan yang telah dilaksanakan dalam siklus I antara lain:

a)  Analisis hasil  mengenai:

-         Keaktifan siswa melakukan eksplorasi, partisipasi dalam kelompok, dan merespon  jawaban teman..

-         Hasil kegiatan kelompok

-         Kualitas mind-mapping yang dibuat siswa.

b)  Analisis beberapa kekurangan/kelemahan

Hasil-hasil yang diperoleh dan permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tindakan dipakai sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus berikutnya.

            Indikator keberhasilan dalam siklus Idisajikan dalam tabel di bawah ini.

 

 

 

 

 

Tabel …..  Indikator  Keberhasilan Siklus  I

Aspek

Pencapaian siklus 1

Cara mengukur

Kesungguhan siswa mengamati penjelasan guru

50 %

Diamati saat kegiatan pembelajaran terutama ketika penjelasan intaks pembelajaran dan materi pokok. Dihitung dari jumlah siswa yang bersungguh-sungguh per jumlah  siswa.

Kesungguhan siswa  kerja individu (Think)

50 %

Dihitung jumlah siswa yang benar-benar mengerjakan tugas sendiri tanpa bantuan orang lain per jumlah siswa dalam kelas.

Interaksi siswa dengan satu siswa lain (Pair)

50%

Dihitung jumlah siswa yang melakukan diskusi berpasangan (Pair) dibandingkan seluruh siswa di kelas.

Interaksi siswa dalam berdiskusi kelompok (Square)

25%

Diamati ketika siswa berdiskusi, dicatat keterlibatannya masing-masing siswa dalam kelompok.

Kemampuan membuat Mind Mapping

55 %

Diamati dari hasil kerja siswa yang membuat Mind Mapping dengan benar dibagi jumlah siswa.

Ketuntasan hasil belajar

65%

Dihitung jumlah siswa yang telah mencapai KKM yaitu 70, dibandingkan dengan seluruh siswa di kelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Siklus Kedua

Pada siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus pertama tetapi didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada siklus pertama, sehingga kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi pada siklus kedua.  KD dalam siklus 2 ini adalah KD 6.3 Mendeskripsikan pengendalian penyimpangan sosial. Beberapa indikator keberhasilan siklus 2, diharapkan lebih baik dari siklus Iseperti tampak pada tabel di bawah ini.

 

Tabel ...... Indikator Keberhasilan Siklus 2

Aspek

Pencapaian siklus 1

Pencapaian Siklus 2

Kesungguhan siswa mengamati penjelasan guru

50 %

65%

Kesungguhan siswa  kerja individu (Think)

50 %

70%

Interaksi siswa dengan satu siswa lain (Pair)

50%

65%

Interaksi siswa dalam berdiskusi kelompok (Square)

25%

50%

Kemampuan membuat Mind Mapping

55 %

75%

Ketuntasan hasil belajar

65%

85%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D.    Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1.      Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar. (terlampir)

Lembar observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Lembar observasi ini digunakan untuk memastikan bahwa pembelajar  dilaksanakan dengan baik oleh guru serta direspon positif oleh siswa.

2.      Tes Tertulis (terlampir)

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPS tentang Pranata Sosial. Tes formatif ini diberikan setiap akhir siklus. Bentuk soal yang diberikan masing-masing adalah pilihan ganda 15 soal dan isian sebanyak 5 soal. Jadi setiap siklus siswa mengerjakan soal tes sebanyak 20 soal.

3.      Catatan Lapangan

Yaitu catatan tentang hal-hal penting yang terjadi selama kegiatan pembelajaran, terutama tentang aktivitas siswa dan suasana belajar. Yang membuat catatan lapangan ini adalah kolaborator.

4.      Angket Siswa.

Angket siswa ini digunakan untuk mendapat respon dari siswa tentang model pembelajaran yang telah dilaksanakan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui kegiatan:

1.      Observasi aktivitas siswa dan guru, dilaksanakan menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan.

2.      Tes, dilaksanakan menggunakan tes tertulis.

3.      Pendapat siswa tentang model pembelajaran yang telah dilaksanakan diperoleh dari hasil angket.

 

F. Teknik Analisis Data

            Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikatagorikan dalam dua bentuk yaitu data deskriptif tentang aktivitas selama kegiatan pembelajaran yang diperoleh dari lembar pengamatan dan catatan lapangan serta data hasil belajar siswa yang berupa nilai dalam bentuk angka. Oleh karena itu analisa datanya menggunakan 2 cara yaitu untuk :

-         Data hasil Observasi dan angket

Dilakukan analisa dengan cara klasifikasi dan prosentase hasil observasi dan angket siswa.

-         Data hasil belajar siswa.

Hasil belajar siswa merupakan penggabungan dari nilai penilaian proses dan nilai berupa produk. Nilai proses dilihat dari hasil observasi dan nilai produk dari hasil diskusi kelompok, karya mind mapping, dan tes tertulis siswa.

Data hasil belajar siswa kemudian dikelompokkan pada siswa yang telah mencapai KKM dan yang belum.

Analisis data ketuntasan belajar dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

Persentase ketuntasan belajar   =

Siswa mencapai KKM

X  100%  = ……..

Jumlah semua siswa

 

           

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUNCIRING (saBun cuCi piRing) ramah lingkungan SMP NEGERI I REJOSO KABUPATEN PASURUAN

GAME DETEKTIF BISBUL UNTUK PEMBELAJARAN YANG BERDEFERENSIASI